Kilasjurnalis.com Makassar — Pukul 00.30 WITA, Senin (30/12/2024), redaksi Berita Harian DNID mendapatkan informasi bahwa salah satu pasien penderita tumor asal Kabupaten Jeneponto berusia 64 tahun ditolak untuk di rawat inap di Rumah Sakit Ibnu Sina YW-UMI, Kota Makassar.
Guna menindaklanjuti informasi tersebut, kami pun bergegas menyambangi langsung rumah sakit yang terletak di Jalan Urip Sumoharjo No.264.
Sesampai di lokasi, kami mendapati pasien dan pihak keluarga sudah berada di parkiran mobil RS Ibnu Sina.
Dari keterangan yang kami dapatkan dari pihak keluarga, pasien atas nama Nur Eni ini dipulangkan dan tidak di rawat inap karena kondisi hemoglobin (hb) pasien dalam keadaan normal. Meski begitu, pihak keluarga tetap meminta agar pasien untuk di rwat inap paling tidak sampai besok pagi berhubung tempat tinggal pasien berada di daerah Jeneponto.
Tak berselang lama, pihak keluarga memutuskan untuk meninggalkan RS Ibnu Sina karena pihak rumah sakit menolak untuk merawat inap pasien.
Setelah pasien dan pihak keluarga meninggalkan RS Ibnu Sina, pada pukul 02.00 WITA , kami mencoba untuk mengkonfirmasi langsung informasi yang kami peroleh pada pihak RS Ibnu Sina.
Pada bagian pelayanan di dalam ruang Unit Gawat Darurat, kami meperkenalkan diri sebagai wartawan dan menanyakan siapa dari pihak rumah sakit yang bisa kami mintai keterangan.
Namun, pihak RS Ibnu Sina menolak memberikan keterangan kepada kami dengan alasan sudah dijelaskan kepada pihak keluarga pasien.
“Sudah mi dijelaskan tadi,” ujar seorang yang duduk di meja pelayanan.
Karena Upaya mengkonfirmasi juga ditolak pihak rumah sakit, kami pun beranjak berjalan ke pintu keluar ruang UGD RS Ibnu Sina sembari mencoba menangkap gambar dan video sebagai bagian dari dokumentasi.
Untuk diketahui, yang kami dokumentasikan hanya pada bagian pelayanan dan suasana ruangan (tanpa mengganggu privasi pasien lain).
Melihat kami mendokumentasikan, satuan pengamanan (satpam) rumah sakit bergegas mendatangi kami guna meminta untuk menghapus hasil dokumentasi.
“Kita hapus ki, tanpa ada izin kita hapuski,” seru seorang satpam sembari bergegas menghampiri kami yang beberapa langkah lagi keluar dari ruang UGD.
Kami menolak permintaan satpam bernama Usman tersebut, dan tetap mencoba melangkah keluar dari ruang UGD.
“Tidak, Pak! Tidak!,” tegas Usman dengan lantang, sembari mencegah kami keluar dari ruang UGD.
Tak sendirian, Usman bersama seorang temannya beralasan meminta menghapus sebuah gambar dan video pendek yang sudah kami dokumentasi karena kami belum mengantongi izin.
Mendapatkan tindakan intimidasi seperti itu, sempat terjadi perdebatan panjang antara kami dan satpam rumah sakit.
Salah seorang pria, yang kemudian kami ketahui bernama Andi Hardes, salah satu keluarga pasien yang sementara dalam perawatan di UGD, mencoba menengahi perdebatan kami.
“Saya orang lain, dia dari media makanya dia mau foto. Saya ingatkan ki, kita itu dapat masalah kalau kita paksa dia hapus,” Andi Hardes mencoba mengingatkan pihak keamanan.
Selama kurang lebih 15 menit terjadi perdebatan di antara kami dan pihak keamanan, berbagai bentuk intimidasi kami dapatkan. Mulai dari berkali-kali meminta kami memasuki sebuah ruangan, hingga meminta identitas pribadi berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) kami.
Kami menolak permintaan memasuki ruangan untuk menghindari tindakan intimidatif lain yang mungkin saja bisa terjadi. Kami juga menolak memberikan identitas pribadi.
“Kalau memang bapak tidak mau, tolong identitasnya bapak, KTP ta saya minta,” ujar Usman.
Kami menolak memberikan KTP, dan tetap memperlihat identitas berupa kartu pers.
“Bukan itu, KTP ta yang saya minta,” Usman kembali menekankan.
Pihak keamanan tetap tidak mengijinkan kami meninggalkan ruang UGD RS Ibnu Sina sebelum kami menghapus dokumentasi.
Melihat situasi yang semakin tidak kondusif, dan mempertimbangkan kenyamanan dan ketenangan pasien-pasien yang ada di rawat di ruang UGD, dengan terpaksa kami menghapus dokumentasi berupa sebuah foto dan video pendek.
Setelah menghapus dokumentasi, barulah kami diizinkan untuk meninggalkan ruang UGD.
Andi Hardes, yang juga sempat mengingatkan satpam rumah sakit agar tidak mengintimidasi wartawan, mengatakan bahwa aktivitas mendokumentasi adalah hal yang wajar bagi wartawan.
Justru, Andi Hardes menganggap bahwa penolakan dari pihak rumah sakit untuk memberi keterangan kepada wartawan adalah suatu hal yang buruk.
“Dengan begitu, berarti tidak ada yang bertanggung jawab. Harusnya dia terima dulu di dalam ruangan apakah ada masalah apa bagaimana,” ujar Andi Hardes saat kita temui di depan ruang UGD.
Hardes juga menambahkan bahwa wartawan tidak memaksa untuk pihak rumah sakit memberi keterangan.
“Tidak (memaksa). Saya lihat tadi setelah kita potret, malah kita yang dipaksa untuk hapus hasil potret ta,” tutupnya.