Takalat, Sulawesi Selatan — Dana Desa, sebuah program yang digulirkan dengan harapan besar untuk mempercepat pembangunan dan kemandirian desa di seluruh Indonesia. Jutaan hingga miliaran rupiah setiap tahun mengalir ke pelosok negeri, memberdayakan masyarakat dan membangun infrastruktur yang dibutuhkan. Namun, di balik harapan tersebut, sering muncul bayang-bayang dugaan penyelewengan yang mencoreng niat luhur program ini.
Terbaru, dugaan praktik korupsi Dana Desa kembali mencuat di kabupaten Takalar, sulawesi selatan. Kali ini, sorotan tajam mengarah ke Oknum Parawansa, kepala desa Kalekomara, yang ironisnya juga baru terpilih sebagai Ketua APDESI (Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia) Takalar periode 2025-2030.
Kades Kalekomara: Antara Amanah dan Dugaan “Bisnis”
Kades Parawansa kini menjadi pusat perhatian setelah beberapa kegiatan di tahun Anggaran 2024 yang ia kerjakan viral di media sosial. Masyarakat menduga kuatnya cakupan anggaran Dana Desa yang disebut-sebut hanya menjadi “lahan bancakan” atau ajang bisnis pribadi sang oknum kepala desa.
Dugaan serius ini diungkapkan oleh Rais, aktivis Simpul Pergerakan Mahasiswa dan Pemuda (SPMP). Ia secara terang-terangan menyebut adanya pelanggaran hukum terkait pengelolaan proyek desa yang dinilai sarat kepentingan pribadi dan kolega Kades.
Proyek “Fantastis” Tanpa Asas Manfaat
Salah satu proyek yang menjadi “batu sandungan” adalah pembangunan Gapura Desa Kalekomara dengan anggaran yang sangat fantastis, mencapai Rp 200 juta .
“Kami membayangkan pembangunan gapura ini terkesan hanya demi mengalirkan anggarannya untuk keuntungan pribadi,” tegas Rais.
Lebih lanjut, Rais menyoroti bahwa proyek gapura ini tidak mencerminkan manfaat bagi masyarakat luas. Apalagi menurut pemberitaan media Indiwarta.com, Desa Kalekomara belum berstatus sebagai desa berkembang atau desa mandiri. Penggunaan dana sebesar itu untuk gapura dianggap tidak wajar dan memancing banyak pertanyaan terkait prioritas pembangunan desa.
Jalan Tani Mangkrak, Petani Tak Merasakan Manfaat
Tak hanya gapura, proyek pembangunan jalan tani paving blok juga tak luput dari kritik tajam. Dengan anggaran Rp 83 juta untuk Tahun Anggaran 2025 dan volume pekerjaan 113 meter, proyek ini diduga manngkrak atau tidak rampung. Akibatnya, jalan tersebut tidak memberikan dampak nyata bagi masyarakat petani dan tidak berfungsi maksimal sebagaimana mestinya.
Desakan Audit Menyeluruh untuk Transparansi dan Akuntabilitas
Melihat adanya penyimpangan ini, aktivis mahasiswa di Sulawesi Selatan mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk tidak tinggal diam. Rais secara spesifik spesifik Inspektorat, Kejaksaan Takalar, dan Polres Takalar untuk segera melakukan audit menyeluruh terhadap penggunaan Dana Desa dari Tahun Anggaran 2023, 2024, dan 2025 .
“Ini demi transparansi dan akuntabilitas publik atas kepercayaan masyarakat terhadap hukum dan aturan yang berlaku di Indonesia,” ujar Rais dengan nada kesal dan penuh harapan akan diambilnya tindakan tegas.
Menjaga Amanah Dana Desa
Kasus dugaan penyelewengan Dana Desa di Kalekomara ini sekali lagi mengingatkan kita akan krusialnya pengawasan ketat terhadap setiap rupiah anggaran yang dialokasikan untuk pembangunan desa. Dana Desa adalah hak rakyat, amanah negara, dan seharusnya menjadi katalisator kemajuan, bukan lahan bisnis pribadi oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Ketika dana yang seharusnya menyejahterakan masyarakat justru diduga menjadi ajang bisnis pribadi, maka kepercayaan masyarakat akan terkikis. Kita semua memiliki tanggung jawab untuk mengawal agar setiap rupiah Dana Desa benar-benar untuk rakyat, bukan untuk kepentingan segelintir oknum. Transparansi adalah kunci, dan akuntabilitas adalah harga mati.


