Kilasjurnalis.com Makassar — Lembaga Antikorupsi Sulawesi Selatan (Laksus) akan melaporkan indikasi bagi-bagi proyek Dana Alokasi Khusus (DAK) di Dinas Pendidikan Sulsel ke Kejaksaan Agung. Laksus menyebut, ada potensi gratifikasi dalam praktik bagi-bagi proyek itu.
“Kami menemukan ada dugaan gratifikasi dari praktik bagi-bagi proyek DAK. Kami menemukan banyak sampel, termasuk dokumen. Semua akan kita serahkan ke Kejagung,” terang Direktur Laksus Muh Ansar, Senin (27/8/2024).
Menurut Ansar, praktik ini sudah berlangsung lama. Ia mengatakan, ada keterlibatan berjenjang di level atas ke bawah.
“Jadi ada dugaan komando dari atas ke bawah di Disdik Sulsel. Dan di bawah itu ada yang bergerak. Ini yang diduga membangun komunikasi dengan pelaksana proyek,” jelasnya.
Ansar mengemukakan, indikasi gratifikasinya sangat kuat. Dari sampel yang ia temukan, beberapa kontraktor mengakui memberi fee kepada oknum di Disdik Sulsel.
Fee yang diserahkan pun bervariasi. Antara 15 hingga 20 persen dari nilai proyek.
Lantas fee itu mengalir ke mana? Kata Ansar, dari sampel tadi, tercermin bahwa aliran fee itu diterima orang di internal Disdik. Namun alirannya samar, karena dilakukan berjenjang.
“Jadi tidak langsung diserahkan kepada orang atas. Tapi lewat orang-orang yang sudah ditugaskan di bawah. Modusnya juga sederhana. Tapi kita jangan buka dulu modusnya. Biar pihak Kejagung nanti. Saya kira ini jadi ranah penyidik. Penyidik bisa menelusuri itu dengan mudah. Alurnya jelas kok,” papar Ansar.
Ansar menjelaskan, di proyek DAK juga terjadi praktik monopoli oleh pengusaha tertentu. Sehingga dalam proses lelang tidak terjadi persaingan sehat.
“Ada fakta yang kita temukan bahwa pemenang pemenang proyek di sana, itu-itu saja. Jadi antara kontraktor ini dengan orang disdik sudah terjalin koneksi.Istilah mereka yang penting fee-nya lancar. Kalau fee lancar, pasti sudah dapat jatah setiap tahun,” urai Ansar.
Tradisi inilah yang kata Ansar harus segera diputus. Sebab jika tidak, maka praktik ini akan terus berlangsung.
Anggaran DAK fisik 2024 di Dinas Pendidikan menyentuh angka Rp100 miliar. Anggaran ini dialokasikan pada seluruh SMA di Sulawesi Selatan.
Dari data yang ada, DAK dominan dialokasikan untuk pembangunan ruang kelas maupun prasarana sekolah. Baik yang bersifat renovasi maupun bangunan baru.
Setiap sekolah menerima jatah bervariasi. Antara Rp100 juta hingga Rp4,9 miliar. Salah satu sekolah dengan alokasi terbesar yakni SMAN 23 Makassar yakni Rp4,9 miliar.
Ansar menyebut, bagi-bagi proyek di Disdik Sulsel sebenarnya bukan isu baru. Ini adalah praktik yang sudah berlangsung lama.
Kasusnya juga sudah kerapkali dilaporkan kepada aparat penegak hukum di Sulsel. Namun tak pernah ada tindak lanjut.
“Karena itu kita akan laporkan ke Kejagung. KPK juga menjadi alternatif kita. Saya kira ini akan jadi atensi Kejagung karena nilai gratifikasinya cukup besar. Orang-orang yang terlibat juga dari hulu ke hilir,” tandasnya.
Ansar mengaku sudah berkomunikasi secara lisan dengan pihak Kejagung, terkait laporan ini.
“Respons mereka baik. Bahkan kami diminta segera melengkapi dokumen. Termasuk sampel-sampel yang kita temukan di lapangan,” ujarnya.
Ansar mengalkulasi, fee dari proyek DAK diduga bisa mencapai Rp15 miliar setiap tahunnya. Ini diasumsikan dari total alokasi DAK dan fee 15 hingga 20% dari total proyek yang ada.
Disdik Sulsel Bantah Ada Fee
Kepala Bidang SMA Disdik Sulsel Muhammad Nur Kusuma membantah tudingan bagi-bagi proyek DAK di Disdik. Ia juga mengaku tidak tahu menahu soal adanya fee 15 hingga 20%.
“Nda benar itu. Nda ada,” kata Nur Kusuma saat dikonfirmasi beberapa hari lalu.
Nur Kusuma tak memberi penjelasan lebih detail. Namun ia memastikan timnya bekerja sesuai mekanisme.
“Kita sesuai mekanisme saja,” imbuhnya.